Narkoba dan HIV/AIDS dari aspek kesehatan keluarga



Narkoba dan HIV/AIDS dari aspek kesehatan keluarga

Mengungkap masalah dan bahaya akibat penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan pada umumnya dan dampaknya pada upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, telah dikemukakan oleh berbagai seminar dan lokarya nasional dan bahkan ditingkat internasional.
Dari berbagai laporan dari Negara-negara maju maupun Negara-negara berkembang penyalahgunaan obat telah berakibat buruk pada masyarakat tanpa memandang golongan umur. Bahkan pada akhir-akhir ini dilaporkan adanya dampak penyalahgunaan narkoba ikut berperan pada penyebaran HIV/AIDS. Dari aspek hukum terlihat kecenderungan bahwa hukuman berat terhadap pelaku dan pengedar tidak mampu membuat pelakunya jera dan berhenti. Fakta ini menjadikan dasar bagi setiap insane yang ingin mengatasi peenyaahgunaan naroba serta dampaknya pada penyakit  HIV/AIDS, memutuskan selain memanfaatkan hukum saja, lebih tepat lagi bila peran serta masyarakat ikut diolah dan dimanfaatkan mendukung upaya hukum itu. Dari aspek inilah kesehatan keluarga perlu dikembangkan dan dihukumkan dalam bentuk sadar sehatc dalam keluarga, merupakan piihan tepat untuk dilaksanakan.
Dari aspek ilmu perilak kesehatan, bila masalah kesahatan muncul sebagai akibat pengalaman perilaku yang menyimpang, maka untuk mengatasinya, dibutuhkan pulapemanfaatan perilaku sebagai pokok kegiatan.
Para pakar kesehatan masyarakat sepakat bahwa masalah kesehatan saat ini cenderung lebih banyak disebabkan oleh interaksi social warga masyrakat dan berdampak buruk pada keseimbangan “agent, host dan environment”. Olehnya itu diperlukan pengertian dan kebijaksanaan untuk mengkaji masalah narkoba dan HIV/AIDS seraya mengaitkannya dengan masalah patologi social.
Mengaitkan masalah narkoba dengan HIV/AIDS dalam konteks patologi social, mengisyaratkan kita untuk mengkaji lebih dalam bentangan benang merah antara NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif) dan HIV/AIDS itu sendiri. Apa yang terjadi pada mereka yang sedang “fly” karena narkotika ataupun mabuk akibat alcohol pada saat mereka berada ditengah-tengah peluang untuk melakukan hubungan seksual secara bebas.
Banyak hal yang menyebabkan seseorang terjebak NAZA. Mulai dari citra ingin coba-coba sampai mengggunakannnya dengan tujuan tertentu, semuanya kita temukan dalam masyarakat. Memahami apa yang dirasakan saat mereka menggunakan, tidak semua diawali dengan rasa puas. Julukan “banci”bagi meraka yang tidak berani mencoba, tidak jarang merupakan kunci pintu kejurang kehancuran. Bagi mereka yang mempunyai tujuan tertentu, misalnya ekstasi, akan banyak membantu. Sifat spsikotrapiknya, dalam dosis tertentu mapu membawa seseorang ketingkat percaya diri yang tinggi. Berdasarkan efek farmakoligis ini, ekstasi tidak jarang disalah gunakan oleh mereka yang ingin tampil prima tanpa persiapan. Aktris/ actor , pembawa acara dan bahkan para pejabat banyak menggunakan pengaruh ekstasi dalam menghasilkan efek percaya diri ini. Akibatnya bila kemampuan berakting memang tidak memadai, efek ekstasi dapat membuat MC atau aktris menjadi overacting. Efek ekstasi juga digunakan dimedan perang. Pada perang dunia ke 2, pasukan berani mati konon dilengkapi dengan ekstasi, efek obat ini membuat mereka tanpa ragu-ragu dan takut menyerang musuh dengan gagah berani.
Alkohol yang terdapat didalam minuman keras (miras), umumnya berada pada kadar yang bervariasi antara 5-8 %. Minuman bir misalnya kadar alkoholnya tidak lebih dati 5 %. Sifat alkohol yang menhjadikan pembuluh darah mengambang (vasodelatasi) member efek kepada yang bersangkutan berupa rasapuas, bertenaga dan percaya diri. Diingatkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kehati-hatian. Bila melewati dosis efek pada yang bersangkutan berbalik menjadi penampilan yang tidak terkontrol dan bila mabuk, tidak jarang terlihat terkapar dimana saja dengan kesadaran terganggu. Dari berbagai laporan kesehatan dan kasus pada perawatan pribadi, tedapat gambaran bahwa peminum alkohol dalam bentuk miras dihari tua mereka menderita gangguan susunan syaraf, lumpuh dan lugu sebagai akibat munculnya kebodohan serta penyakit yang menyerang hati (lever).
Dari segi moral dan etika, sangat mudah dipahami apa yang terus dikatakan pada mereka yang ketagihan narkotika atuapun mereka yang tersungkur dipinggir jalan akibat mabuk berat. Dimasalah harga diri mereka saat tersungkur ataupun sebelumnya mencaci maki setiap orang karena mabuk ataupun bila ia seseorang wanita siap menyerang kehormatan hanya karena pengaruh narkoba. Sebagai bandingan, kalau kehormatan diri saja telah mampu diserahkan maka apalah artinya sekedar mencuri, merampok dan bahkan membunuh.
Mengacu pada aspek promosi kesehatan seraya mengamalkan motto “kesehatan memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya tidak aka nada artinya” warga masyarakat perlu disadarkan untuk hidup sehat sejak mereka belum menderita penyakit apapun. NAZA dan HIV/AIDS dapat dicegah dan ditanggulangi
Malalui pendekatan Disability Oriented Approch (DOA) dalam suatu kegiatan terpadu mencegah dan mengatasi masalah NAZA dan HIV/AIDS, menyadarkan detiap orang bahwa bila ia jatuh sakit, seringan apapun penyakitnya ia akan menderita ketidakmampuan (disability). Bila ditumpukan disability tidak mampu direhabilitasi tubuh, maka penumpuak ini akan menjadi predisposisi terjadinya kerusakan organ tubuh secara permanen, menjadikan individu berada pada posisi kematian yang tidak terhindarkan lagi.

Sumber:
Rusli Ngatimin, HM. (Narkoba dan HIV/AIDS: dari aspek kesehatan keluarga) tahun 2001
Dra. Margaretha T., M.Kes (Antropologi Kesehatan) 2012

Komentar