AGAMA DAN KESEHATAN
Di antara fungsi syariah agama Islam
untuk melindungi agama, jiwa, jasmani, harta dan keterunan. Semua perbuatan
yang merendahkan atai melecehkan keenam hal tersebut dipandang sebagai
perbuatan dosa. Tiga dari keenam hal tersebut, yakni jiwa, jasmani dan akal berkaitan dengan
kesehatan, oleh karena itu ajaran islam sarat dengan tuntunan bagaimana
memelihara kesehatan jasmani dan kesehatan ruhani, kesehatan fisik maupun
kesehatan mental.
Makna Kesehatan
Bahasa Indonesia mengenal istilah sehat wal afiat. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, kata afiat dipersamakan
dengan sehat. Afiat diartikan sehat
dan kuuat, sedang sehat itu sendiri di artikan sebagai keadaan baik segenap
badan serta bagian-bagiannya, yakni bebas dari penyakit. Sementara itu dalam
ilmu kesehatan dikenal adanya istilah kesehatan fisik, kesehatan mental dan
kesehatan masyarakat (public health).
Substansi dari istilah-istilah kesehatan
tersebut sepwnuhnya dapat ditemukan dalam ajaran agama islam, tetapi yang perlu
digaris bawahi ialah bahwa pengertian kesehatan dalam islam lebih merujuk
kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Berbeda dengan kamus bahasa Indonesia yang menyamaa\kan arti
sehat dan afiat, dalam khazanah
literature keagamaan islam, istilah sehat dan afiat masing-masing digunakan makna yang berbeda, kendati tak
jarang hanya disebut salah satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat
mewakili makna yang terkandung dalam kata yang tidak disebut.
Dalam literature agama islam, dan bahkan
dalam hadits-hadits nadi ditemukan teks-teks doa yang mengandung permohonan afiat, disamping permohonan memperoleh
sehat. Dalam kamus bahasa arab, kata afiat
diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala
macam-macam bencana dan tipudaya. Perlindungan Allah itu sudah barang tentu
tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi orang yang mematuhi
petunjuk-petunjuk Nya. Dengan demikian maka kata afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia
sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Dari keterangan diatas maka kalau sehat
di gunakan untuk menyebut keadaan baik bagi segenap anggota badan, disana dapat
dibedakan antara pengertian sehat dan afiat.
Mata yang sehat misalnya adalah mata yang dapat melihat dan membaca tanpa
bantuan dari kacamata, tetapi mata yang afiat
adalah mata yang bermanfaat dan halal, namun sulit digunakan untuk melihat
objek-objek yang diharamkan, karena itulah sebenarnya fungsi yang diharapkan
dari penciptaan mata.
Kesehatan Fisik
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam
musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai “kesehatan
jasmaniahn rohaniah, dan social” yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah
yang wajib di sykukuri dengan mengamalkan (tuntutan Nya), dan memelihara serta
mengembangkannya. Rumusan tersebut sudah barang tentu sejalan dengan konsep
manusia seperti yang di ajarkan agama (Islam) yakni manusian sebagai insane, sebagai Abdullah dan sebagai khalifatullah.
Agama Islam mengaarkan tentang keseimbangan, termasuk keseimbangan antara
hak fisik dan hak nonfisik. Nabi melarang sahabtnya yang menjalankan amal
ibadah berkelebihan sehingga mengabaikan hak-hak fisiknya untuk istirahat,
makan dan tidur. Menurut nabi, fisik juga memiliki hak untuk dipenuhi kebutuhannya
agar ia tetap sehat. Nabi sendiri menyatakan bahwa orang mukmin yang kuat itu
lebih di sukai Allah disbanding orang mukmin yang lemah, satu ungkapan yang
pasti mengandung makna kesehatan,
Tuntunan agama dalam hal memelihara
kesehatan, sejalan dengan pola ajaran Islam secara menyeluruh, yakni mencegah
terjadinya sesuatu berakibat buruk atau mengambil langkah-langkah prefentif
seperti diungkapkan dalam kaidah al
wiqayatu khoirun min al ilaj, bahwa mencehag itu lebih baik disbanding
mengobati.
Kita mengenal ungkapan “bersih pangkal
sehat”.ajaran Islam menyangkut kebersihan bahwa masuk dalam system peribadatan
yang pada tingkatan tertentu menentukan sah tidaknya suatu amal ibadah, seperti
membersihkan muka, tangan dan kaki dengan air sebelum salat (wudlu, membersihkan
kotoran buang air kecil dan buang air besar (istinja’), uga mandi janabt, di
samping yang bersifat sunnat, seperti membersihkan gigi (siwak), cuci tangan
sebelum makan, larangan kencing di air yang tidak mengalir atau di bawah pohon
atau tempat-tempat fasilitas umum dan sebagainya.
Dalam alquran, kebersihan digandengkan
dengan taubat seperti tersebut dalam surat al Baqarah 222:
ª!$#bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$#
Artinya:
Sesungguhnya Allah
senang kepada orang yang bertaubat dan senang kepada orang yang membersihkan
diri.
Dari arti ayat tersebut dapat difahami
bahwa taubat menghasilkan kesehatan mental, dan kebersihan lahiriah
menghasilkan keehatan fisik. Dalam surat al Mudatssir/74: 4-5, atau wahyu yang
turun ke dua atau ke tiga kepada Nabi berbunyi:
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù tô_9$#ur öàf÷d$$sù
Artinya:
(Hai Muhammad) bersihkan pakaianmu dan
tinggalkan segala macam kekotoran.
Dari munasabah ayat ini dengan ayat
sebelum dan sesudahnya dimana perintah menjaga kebersihan itu disampaikan
bersama dengan oerintah menyampaikan ajaran agama dan membesarkan nama Allah
dapat disimpulkan bahwa kebersihan fisik merupakan subsistem dari system
kebersihan hidup manusia beragama yang berdimensi internal, horizontal dan
vertical. Oleh karena itu tak mengherankan iika ada ungkapan popular dari
hadits yang berbunyi an Nazafatu minal
iman, bahwa kebersihan adalah setengah dari iman.
Prinsip pencegahan juga Nampak dari
ajaran Islam tentang makanan. Dalam surat al A’raaf ayat 31 diiingatkan agar
manusia makan, minum tetapi dilarang berlebih-lebihan. Ditemukan pula
peringatan dalam hadits yang intinya menyebutkan bahwa pola makan yang salah
akan menjadi biang segala penyakit, al
ma’iddat bait ad da’, bahwa perut itu sumber penyakit.
Prinsip pencegahan dari berkembang
biaknya penyakit seperti yang dianut para ahli kesehatan dengan karantina juga
dikenal dalam zaman Nabi, yaitu ketika timbul wabah tho’un. Ketika Nabi melarang orang mengunjungi daerah wabah,
justru tidak boleh meninggalkan daerah itu (muttafaq alaih).
Kepada orang yang terkena penyakit,
agama memerintahkan untuk berobat, seperti disebutkan dalam hadits Nabi bahwa
Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali pasti menurunkan pula obat
penangkalnya (HR. Abu Daud). Dalam dunia kedokteran banyak persoalan yang tidsk
sederhana permasalahannya menyangkut pengobatan suatu penyakit sehingga
terkadang cara pengobatan itu bertentangan dengan ajaran agama. Beberpa prinsip
dan kesepakatan dalam hokum agama (fiqh) yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan dapat membantu menemukan pandangan Islam tentang persoalan pengobatan
yang rumit.
Prinsip-prinsip
itu antara lain:
- Agama Islam bertujun memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan jasmani dan harta benda manusia, seperti yang dikenal dengan ushul al khamsah.
- Anggota badan dan jiwa manusia merupakananugrah Allah yang mempunyai maksud penciptaan untuk dimanfaatkan, bukan untuk dijual atau disalah gunakan.
- Hak azazi manusia dihormati tanpa memandang ras atau agamanya.
- Dilarang merendahkan derajat manusia, dalam keadaan hidup ataupun mati.
- 5Kepentingan orang hidup harus didahulukan dari kepentingan orang mati.
Dari prinsip-prinsip inillah para ulama
berpijak dalam membicrakan masalah-masalah keluarga berancana, tranplantasi
organ tubuh, bayi tabung, klonning dan sebagainya.
Kesehatan Mental
Kalau kita memperhatikan kehidupan
masyarakat sehari-hari, akan dapat dijumpai orang dengan ragam perangainya. Ada
orang yang selalu Nampak riang gembira dan bahagia meski kehidupaannya amat
sederhana. Dalam segala keadaan ia tetap manjadi dirinya, disukai orang, tidak
mempunyai musuh, dan pekerjaan selalu lancar.sebaliknya ada orang selalu
murung, mengeluh dan kecewa, padahal secara lahir fasilitasnya hidupnya
tercukupi atau lebih dari cukup. Ia tidak bisa akur dengan orang lain, tidak senang
dalam mellaksanakan tugas. Ia selalu gelisah, cemas dan tidak pernah mencapai
kepuasaan batin. Disamping itu juga ada orang pekerjaannya mengganggu orang
lain, melanggar ketenangan orang lain, menyebarkan gossip, fitnah, adu domba,
menganiaya, menyeleweng, menipu dan perilkau yang menyimpang lainnya.
Itu semaunya berhubungan dengan tingkat kesehatan
mentalnya, kesehatan iwanya. Dalam alquran manusia disebut uga dengan basyar
dan sebagai insane disamping sebagai bani adam. Basyar lebih merujuk kepada
makhluk yang berfikir dan merasa. Sebagai basyar manusia banyak kesamaannya,
tetapi sebagai insane manusia berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan
itu bisa menyangkut kecerdasan, tabiat, karakter dan tempramennnya.
Dalam bahasa arab, maradh (penyakit)
antara lain didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mengakibatkan manusia
melampaui batas keseimbangan/ kewajaran dan mengantar kepada terganggunya
fisik, mental, dan bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang. Melampaui batas,
satu sisi membawa implikasi pada gerak yang berlebihan dan pada sisi lain
membawa pada implikasi kearah kekurangan.
Dalam hal membangun manusia yang sehat
mentalnya, agama sangat menganjurkan perlakuan lembut pada bayi dan anak-anak,
karena perlakuan kasar kepada bayi dan anak-anak akan membekas dan dapat
berkembang menadi maradh (penyakit), baik maradh yang bersumber dari gerak
berlebihan keatas maupun kebawah.
Suatu hadits mengkisahkan bahwa seorang
anak kecil pipis ketika sedang digendong, kemudian pipisnya membasahi pakaian Nabi.
Karena mungkin ingin menghormati Nabi maka sang ibu merenggut bayi itu dengan
cepat (dan kasar). Nabi malah menegur ibu itu:
Artinya
:
Jangan hentikan
pipisnya, jangan renggut ia dengan kasar. Pakaian yang kena pipi ini dapat di
bersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menjernihkan hati anak ini (dari
perlakuan kasarmu).
Kesehatan Masyarakat
Dalam ilmu kesehatan, yang dimaksud
dengan kesehatan masyarakat (public health) menyangkut penyakit fisik yang
mempunyai daya tular tinggi kepada orang banyak, tetapi ketika orang menyebut
bahwa masyarakat Indonesia dewasa ini sedang sakit, maka yang dimaksud bukan
penyakit fisik, tetapi penyakit mental. Korupsi, kolusi, anarki, kekerasan,
pelanggaran hukum secara terbuka, prostitusi, perjudian, minuman keras,
penyalah gunaan narkotika yang merajalela, apalagi secara terbuka adalah indicator
dari adanya masyarakat yang sakit. Penyakit social ini gilirannya akan
menggerogoti ketahanan keluarga dan ketahanan mental orang perorang.
Dalam hal ini hukum islam bersifat
mencegah mewabahnya perilaku menyimpang itu dengan memberlakukan sanksi yang
sangat keras terhadap pelaku perbuatan ini. Kepada pencuri/ koruptor pada
tingkatan tertentu dikenakan hukum had potongan tangan, kepada pelaku zina
dikenakan hukum ta’zir, cambuk dan raam sesuai dengan klasifikasinya, kepada
peminum minuman keras dikenakan hukum cambuk dan sebagainya.
Sumber:
DR. ACHMAD MUBAROK, MA (Konseling agama teori dan kasus)
Komentar
Posting Komentar